SEMINAR BROADCASTING RADIO ELSHINTA
Pembicaraan tentang media cetak berarti membicarakan pers. Sebab terminologi pers terdiri dari: Pertama, pers dalam arti luas adalah seluruh alat komunikasi massa baik cetak maupun elektronik. Kedua, pers dalam arti sempit secara spesifik tertuju pada media cetak berbentuk surat kabar dan majalah. Dalam berbagai literatur surat kabar digunakan sebagai sebutan untuk media cetak yang content-nya mengutamakan hasil jurnalisme berbentuk berita (news). Sementara sebutan untuk pers digunakan untuk seluruh media massa tercetak yang terbit secara reguler baik yang mengutamakan jurnalisme maupun hiburan.
Ada tiga pendekatan yang biasa dilakukan dalam kajian tentang pers. Pertama, pendekatan etika atas eksistensi institusi pers dan prilaku pelaku profesional pers (jurnalis). Kedua, pendekatan ilmu sosial atas eksistensi institusi pers. Ketiga, pendekatan praktis atas kerja teknis pelaku profesional pers dalam institusi pers.
Titik tolak kajian tulisan ini melihat fenomena pers sebagai institusi sosial yang menjadi bagian dari komunikasi massa. Bukan semata-mata berdasarkan pendekatan praktis dan kerja teknis dalam konteks jurnalisme.
Diktat kuliah: Produksi Media Cetak ini ditulis bukan dimaksudkan jadi bacaan instant mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini. Tetapi hanya sekedar pembuka diskusi di ruang kuliah. Sebab sebagai diktat ia hanya memuat pokok-pokok pikiran penulisnya. Hal-hal yang lebih detil dapat dilihat pada literatur yang diacu atau bahan-bahan lain yang berkaitan dengan mata kuliah ini.
Menuangkan setumpuk gagasan yang ada di kepala menjadi sebentuk tulisan yang belum tentu dimengerti oleh orang lain bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi bila ditulis di sela-sela waktu luang di tengah kesibukan mengajar di beberapa perguruan tinggi dalam rangka bertahan hidup. Maklum, kehidupan intelektual di negeri ini belum senyaman birokrat apalagi legislator di parlemen. Dengan demikian, bukan basa-basi kalau tulisan ini mengandung banyak kelemahan. Bahkan mungkin tidak layak disebut sebagai tulisan ilmiah. Untuk itu semua, izinkanlah saya untuk tidak minta maaf. Sebab lebih adil bila Anda menulis tulisan dengan tema yang sama sebagai komparasinya dalam rangka dialektika ilmiah. Sekian.
Jakarta, April 2009
Penulis,
Teguh Kresno Utomo, S.IP
I. Introduksi
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa media cetak termasuk pers dalam pengertian sempit. Artinya, media cetak adalah bagian dari media komunikasi massa. Untuk itu perlu dikaji dulu definisi komunikasi massa (mass communication) untuk membedakannya dengan jenis komunikasi lainnya seperti komunikasi intrapersonal (intrapersonal communication) atau komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Secara singkat komunikasi massa dimaknai sebagai berikut: “mass communication is a process in which professional communicator use media to disseminate messages widely, rapidly, and continually to arouse intended meanings in large and diverse audiences in attempts to influence them in a variety of ways” (DeFleur, 1985).
Rumusannya menggunakan formula baku yang dikembangkan oleh sosiolog AS Harold D. Lasswell yang mengatakan “communication is who says what in what channel to whom with what effect”. Ini sangat populer di kalangan para pengkaji ilmu komunikasi yaitu proses yang mencakup komunikator, pesan, media, komunikan dan pengaruhnya.
Selanjutnya mengutip Charles R Wright dalam karyanya Mass Communication: A Sociological Perspective yang mengatakan “mass communication is one way in which social communication has become institutionalized and organized. Our society expects, for example, that certain news will be routinely handled through mass communication so as to reach large number of people, from all ways of life, quickly and publicly. Social communication can be institutionalized in other ways, for example, a society may expect that personal news about family matters will be transmitted privately and kept within the family circle”.
Pers dilihat sebagai fenomena sosial dengan karakteristiknya yang khas sebagai institusi sosial. Dengan demikian peta kajiannya dapat diuraikan sebagai berikut: sistem sosial, institusi sosial, institusi media massa, institusi pers dan jurnalisme. Institusi pers menjalankan fungsinya dengan menyampaikan informasi. Nilai informasi ini dapat dilihat dalam kaitannya dengan eksistensinya dalam sistem sosial. Untuk itu institusi pers dapat menjalankan fungsi politik, ekonomi atau sosio-kultural.
Tulisan ini hanya membahas tiga pokok bahasan: Pertama, memaparkan media cetak dalam perspektif historis. Kedua, Mendiskusikan perbedaan media cetak sebagi institusi sosial dengan media cetak sebagai jurnalisme. Di sini dibicarakan konsep dasar berita; teknik mencari berita; perbedaan fakta dengan opini; aliran jurnalisme. Ketiga, memperkenalkan institusi dan manajemen media cetak yang meliputi manajemen media cetak; zona pasar media cetak; format media cetak; struktur organisasi media cetak; proses media cetak.
II. Media Cetak dalam Perspektif Historis
Dari berbagai literatur yang menitikberatkan pada content media cetak disebutkan bahwa cikal-bakal media cetak bermula pada acta duirna yaitu semacam lembaran yang ditempel pada zaman Romawi kuno. Lembaran ini memuat hal-hal yang dibicarakan dalam senat yang akan disampaikan pada warga kota. Tetapi literatur lainnya yang memusatkan perhatian pada teknologi yang dipakai menyebutkan bahwa media ini sudah ada di China kuno sebelum kertas dan alat cetak dikenal bangsa Eropa.
Identifikasi media cetak sekarang lebih banyak dilakukan atas karakter kultural dan isinya dalam masyarakat. Karenanya pembicaraan selalu dimulai dari acta duirna (Romawi kuno), gazeta (Venesia) dan corantos (Inggris) sejenis lembaran tercetak abad XVII yang berisi informasi tentang negara asing. Baik acta duirna maupun corantos berisi informasi politik. Sementara gazeta berisi informasi ekonomi.
Sejarah media massa modern dimulai dari media cetak. Kenyataannya, suratlah yang merupakan bentuk awal dari surat kabar. Bukan lembaran yang berbentuk buku. Surat kabar abad XVII tidak lahir dari satu sumber. Tetapi gabungan kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit. Ragam surat kabar resmi yang diterbitkan oleh raja atau penguasa memiliki ciri-ciri khas yang sama dengan surat kabar komersial tetapi lebih berfungsi sebagai terompet penguasa dan alat pemerintah. Pengaruh surat kabar komersial menjadi tonggak penting dalam sejarah komunikasi karena menyebabkan beralihnya pola pelayanan ke pembaca anonym. Bukan hanya semata-mata jadi alat propagandis pemerintah dan penguasa.
Sejak awal perkembangannya surat kabar sudah menjadi lawan nyata atau musuh penguasa yang terlanjur mapan. Dalam konteks Indonesia, tekanan terhadap pers dimulai sejak usaha pertama mendirikan surat kabar di Batavia (Jakarta) yang dilarang oleh pihak VOC (Vereenigde Oost-Indische Campagnie) dengan alasan takut Inggris, Perancis, Spanyol dan Portugis sebagai saingan dagangnya akan memperoleh keuntungan dari berita dagang yang dimuat dalam surat kabar tersebut (Smith, 1986).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar