Sabtu, 18 Mei 2019

Etika Public Relation



Menurut James E. Grunig, para profesional public relations seringkali dihadapkan pada upaya untuk menanggulangi berbagai permasalahan etika sebagai individu yang membuat keputusan tentang kehidupan profesional mereka. Para profesional public relations juga harus memberikan pelayanan sebagai konsultan untuk membantu sebuah organisasi agar memiliki cara-cara yang etis, bertanggung jawab, dan keberlanjutan. Dengan demikian, etika public relations menekankan pada implikasi-implikasi etis dari berbagai strategi dan taktik yang diterapkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi public relations dan komunikasi dari sebuah organisasi.

Prinsip-prinsip

Dalam buku Ethics in Public Relations A Guide to Best Practice, Patricia J. Parsons (2008 : 20 – 21) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) prinsip atau pilar etika public relations, yaitu :


  • Veracity (to tell the truth)

Prinsip atau pilar pertama etika public relations sebagai industri komunikasi adalah menyampaikan kebenaran. Sebagai sebuah prinsip etika, konsep veracity (to tell the truth) atau mengatakan atau menyampaikan kebenaran merupakan tahap awal bagi dasar-dasar asumsi tentang berperilaku etis.


  • Non-maleficence (to do no harm)

Konsep non-maleficence (to do no harm) merupakan prinsip dasar perilaku moral. Sebagai salah satu pilar atau prinsip etika dalam bidang public relations,  prinsip ini menyediakan satu analisis pertanyaan dari berbagai keputusan yang telah dipilih oleh organisasi sebelum organisasi tersebut memutuskannya. Pertanyaan itu adalah “apakah tindakan saya menyakiti orang lain?”. Hal ini bukanlah akhir dari analisis melainkan suatu langkah awal. Kita cenderung untuk menghindari melakukan hal-hal yang dapat menyakiti orang lain sebisa mungkin. Namun terkadang, apa yang kita lakukan dapat menyakiti orang lain walaupun tanpa kita sadari. Terkait dengan hal ini, apa yang kita lakukan tersebut bukan berarti kita berperilaku tidak etis kepada orang lain.


  • Beneficence (to do good)

Konsep beneficence (to do good) merupakan bentuk lain dari prinsip menghindari menyakiti orang lain namun lebih proaktif. Dengan mencari kesempatan untuk melakukan hal-hal baik dapat membantu dalam proses pembuatan keputusan tentang moralitas relatif dari berbagai kegiatan public relations.  Misalnya, ketika mengembangkan program hubungan komunitas dengan cara mencari sponsor untuk kegiatan  amal yang merupakan kegiatan yang dapat memberikan kebaikan bagi publik.


  • Confidentiality (to respect privacy)

Prinsip atau pilar berikutnya adalah confidentiality (to respect privacy) atau menghormati wilayah pribadi orang lain dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi. Hal ini merupakan salah satu sifat pengambilan keputusan etis terkait dengan fungsi komunikasi publik. Dalam komunikasi publik, seringkali terjadi konflik antara kebutuhan untuk menyampaikan kebenaran dan prinsip kesetaraan dalam menjaga wilayah pribadi. Pengambilan keputusan yang etis tidak akan dapat dilakukan jika tidak diimbangi dengan tindakan nyata.


  • Fairness (to be fair and socially responsible)

Prinsip atau pilar yang terakhir dalam etika public relations adalah konsep fairness (to be fair and socially responsible) keadilan dan tanggung jawab sosial. Kita selayaknya mencoba untuk saling menghormati setiap individu dan masyarakat agar keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang adil bagi semua pihak.

Kelima prinsip atau pilar tersebut merupakan pedoman bagi pengambilan keputusan etis dalam berbagai praktik  public relations. Kelima prinsip atau pilar tersebut juga merupakan jembatan penghubung antara aspek teoritis dari etika sebagai bidang studi filsafat dan cara bagaimana teori-teori tersebut diwujudkan dalam tataran praktis.

Menurut Grunig, para profesional public relations mengalami berbagai permsalahan etis baik berupa pengambilan keputusan secara individu maupun perilaku profesional mereka. Para profesional public relations juga dihadapkan pada etika pengambilan keputusan strategis bagi sebuah organisasi. Karena itu, para ahli teori dan peneliti dalam bidang public relations mengembangkan teori etika public relations yang menyediakan prinsip-prinsip yang dapat digunakan oleh para profesional public relations sebagai konsultan etik bagi organisasi. Beberapa hal yang dilakukan diantaranya adalah :

  • dengan melakukan kerjasama dengan pihak akademisi untuk memasukkan teori etika public relations ke dalam kurikulum.
  • asosiasi public relations mengajarkan prinsip-prinsip etika public relations melalui program pendidikan dan seminar kepada para praktisi public relations yang tidak dipelajari dalam pendidikan formal.


Lebih jauh Grunig menjelaskan bahwa berbagai konsep dalam etika seperti kesetiaan, peran-peran sosial, nilai-nilai, sekresi, dan penyingkapan terkait dengan teori etika. Untuk itu, L. Grunig, J. Grunig, dan Dozier kemudian mengenalkan sebuah teori etika yang terinspirasi dari hasil kerja Pearson (1989) yang menggabungkan prinsip-prinsip teleologis atau konsekuensi etika dengan prinsip-prinsip deontologis atau aturan etika.

Adapun prinsip-prinsip dalam teori etika yang dimaksud adalah sebagai berikut :


  1. teleologi – etika profesional public relations yang mempertanyakan potensi konsekuensi dari keputusan organisasi terhadap publik.
  2. deontologi – etika profesional public relations kemudian memiliki kewajiban moral untuk membuka konsekuensi tersebut kepada publik yang terdampak dan untuk mengikatnya dalam bentuk dialog dengan publik tentang potensi keputusan organisasi.

Beberapa ahli teori lain yang juga mengembangkan teori etika public relations adalah S.A Bowen, K.R Place,R. van Es dan T.L Meijlink dan lain-lain. (Baca juga : Tahap-tahap Komunikasi – Nilai Berita – Jenis-jenis Berita )

Kode Etik Profesi Public Relations

Tidak dipungkiri bahwa public relations dipandang sebagai sebuah metode komunikasi yang menggunakan cara-cara manipulatif guna membentuk citra positif sebuah organisasi di mata publik dan terkadang mengabaikan aspek-aspek etika. Hal ini tentunya merupakan salah satu indikator isu etika public relations bagi para profesional public relations.

Menurut Karey Harrison dan Chris Galloway (2005), para profesional public relations di dalam menjalankan tugasnya memberikan informasi terkait pengambilan keputusan mempertimbangkan beberapa hal yaitu pedoman dan model yang direkomendasikan termasuk di dalamnya kode etik public relations. Hal ini memang tidak menjamin etis tidaknya perilaku para profesional public relations, namun adanya pedoman atau kode etik dapat memberikan koridor bagi para profesional public relations dalam menjalankan tugasnya sebagaimana kode etik wartawan dalam ranah jurnalistik.

Para profesional public relations yang telah menerapkan model etika dalam tugasnya, maka akan dapat memilih cara-cara yang etis untuk membentuk citra sebuah organisasi. Karena itu, badan profesional public relations di seluruh dunia telah mengembangkan kode etik bagi para profesional public relations. Berbagai organisasi public relations seperti The Canadian Public Relations Society atau the International Public Relations Association telah memiliki kode etik tersendiri, begitu pula dengan Perhimpuan Hubungan Masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar